Blue Snowflake

Sabtu, 13 September 2014

Jurnalistik

Hard News

"Batuk-Batuk" Gunung Slamet Mereda

"Kondisinya cenderung menurun."

Gunung Slamet

VIVAnews - Aktivitas Gunung Slamet kembali fluktuatif pada hari ini, Jumat 19 September 2014. Setelah dua hari terakhir menunjukkan situasi vulkanik tinggi, 'batuk-batuk' gunung tertinggi di Jawa Tengah itu, kini hanya terekam sedikit mereda dibanding enam jam sebelumnya.

Laporan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi di Pos Pengamatan Gunung Api Slamet (PPGA), Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, mencatat aktivitas vulkanik Gunung Slamet sejak pukul 00-06.00 WIB, tidak nampak adanya hembusan asap dari kawah di puncak gunung.

"Secara umum, cuaca di Gunung Slamet terang dan angin tenang. Kondisinya cenderung menurun," kata Kepala PPGA, Desa Gambuhan, Sudrajat kepada VIVAnews di Semarang, Jumat.

Kendati demikian, secara aktivitas kegempaan gunung yang mengitari lima kabupaten di Jateng itu masih menunjukkan aktivitas. Enam jam terakhir, gunung mengeluarkan 91 kali gempa hembusan dengan amplido 2-40 mm, Lg 10-350 derajat.

Kondisi itu menurun dibanding pada Kamis kemarin, 18 September 2014, pukul 18.00-00.00 WIB, di mana gempa hembusan sebanyak 137 amplido 2-50 mm, lg 10-245 derajat.

"Untuk gempa letusan hanya terekam dua kali, menurun dari enam jam sebelumnya sebanyak 10 gempa letusan," tambah Sudrajat.

Fluktuasi vulkanik Gunung Slamet juga terjadi pada aktivitas gempa tremor yang terekam. Di mana, hari ini terpantai dua kali letusan gempa tremor harmonik, meningkat dibanding enam jam sebelumnya sebanyak satu kali.

"Jadi, kesimpulannya Gunung Slamet masih soaga pada level III. Kami akan pantau terus perkembangannya tiap enam jam ke depan," ujar dia.

Pada Kamis kemarin, tingginya aktivitas gempa embusan Gunung yang mengitari wilayah kabupaten Pemalang, Tegal, Brebes, Purbalingga dan Banyumas itu mengarah ke barat yang berjarak 20 kilometer dari puncak gunung. Di mana, hujan abu dipastikan mengarah ke wilayah Purwokerto, Kabupaten Banyumas.

"Sejak Rabu malam hingga Kamis kemarin, telah terjadi hujan pasir disertai satu kali letusan abu tebal kehitaman dengan ketinggian 500 meter," kata dia. (sp)



Soft News
Siap-siap... "Banjir" Beasiswa ke Jepang!

JAKARTA, KOMPAS.com — Ritsumeiken Asia Pacific University (APU), Jepang, semakin menahbiskan diri sebagai kampus internasional di negara itu. Lebih dari 80 negara menyumbang pelajarnya ke kampus tersebut, salah satunya Indonesia.

Saat ini tercatat sekitar 5.596 pelajar internasional menempuh pendidikannya di APU. Dari jumlah tersebut, Indonesia menyumbang hampir 30 persen mahasiswa. Bahkan, hingga September ini, sudah lebih dari 80 siswa dikirim ke Jepang.

"Sudah ada 88 orang yang kita kirim ke APU pada September ini, dan beberapa di antaranya adalah penerima beasiswa," ujar Prof Kondo Yuichi, Dean of Admission Professor Ritsumeikan APU, kepada Kompas.com pada APU Information Session di Jakarta, Minggu (21/9/2014). 

APU memang merupakan kampus mahal. Kenyataan tersebut diakui sendiri oleh Kondo. Akan tetapi, menurut dia, pelajar tidak perlu khawatir karena APU menyediakan beasiswa dengan rentang 30 sampai 100 persen. Tak sedikit pelajar Indonesia mampu memperoleh beasiswa 100 persen tersebut.

"Untuk tahun ini sudah ada beberapa yang mendapat beasiswa 100 persen. Namun, untuk jumlah tepatnya, saya tak bisa memberikan angka pasti," kata Kondo.

Indonesia memang menjadi salah satu negara yang menjadi perhatian APU, seperti tersurat dari pernyataan Kondo. Dia mengatakan, saat ini APU menargetkan 350-400 pelajar Indonesia untuk bisa kuliah di kampus itu. Jumlah itu tidak terlepas dari sifat pelajar Indoneisa yang disukai pihak APU.

"Pelajar Indonesia sangatlah sopan dalam setiap kegiatan. Ketika mereka belajar atau melakukan aktivitasnya, mereka bisa menjadi pemimpin. Selain itu, mereka juga rajin, dan tentu kami butuh banyak pelajar Indonesia karena mereka bisa menjadi inti dari kampus APU," ujar Kondo.

Opini
Jangan Gadaikan SK Anggota DPRD!


WARTA KOTA / ANGGA BHAGYA NUGRAHAAnggota DPRD berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya saat pelantikan berlangsung di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (25/8/2014). Sebanyak 106 orang anggota DPRD DKI dilantik untuk periode 2014-2019.
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Kebijakan Publik Erwan Agus Purwanto menilai, para anggota DPRD tak patut mengajuan kredit dengan cara menggadaikan surat keputusan (SK) pengangkatannya. Ia menilai, SK pengangkatan anggota DPRD berbeda dengan SK pengangkatan pada suatu pekerjaan. 

Menurut Erwan, anggota DPRD bukan merupakan sebuah pekerjaan, melainkan pengabdian. Dengan demikian, seseorang tidak memandang jabatan anggota DPRD sebagai pekerjaan belaka.

"Lembaga DPRD ini kan menjadi tempat kehormatan, bukan lowongan pekerjaan. Orang yang duduk di DPRD bukan orang yang sedang bekerja, tetapi sedang mengabdi. Karena itu tidak semestinya mereka menggadaikan SK seperti menggadaikan SK pekerjaan," kata Erwan saat dihubungi, Jumat (19/9/2014). 

Erwan menduga, maraknya aksi gadai SK yang dilakukan anggota DPRD makin menguatkan opini tentang mahalnya ongkos politik untuk menjadi legislator. Hal ini menyebabkan para anggota DPRD harus memikul beban materi yang berat selama ia menjabat. 

"Sulit mengharapkan kinerja legislator yang optimal kalau mereka memiliki kekurangan ekonomi akibat mahalnya ongkos politik. Mereka mungkin akan mencari pekerjaan sampingan untuk mengembalikan modal," ujar akademisi dari Universitas Gajah Mada itu. 

Seperti diberitakan, saat ini marak terjadi para anggota DPRD yang menggadaikan SK-nya. Salah satunya terjadi di DPRD DKI Jakarta. Bank DKI mencatat ada 29 anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 yang menyerahkan SK pengangkatannya untuk pengajuan kredit. 

"SK memang salah satu syarat mengajukan pinjaman," kata Sekretaris Bank DKI Zulfarshah, Kamis (18/9/2014). 

Plafon pinjaman dengan agunan SK ini, kata Zulfarshah bervariasi, antara Rp 100 juta hingga Rp 250 juta. Bila menghendaki pinjaman dengan nominal yang lebih besar, imbuh dia, harus ada tambahan agunan seperti akta kepemilikan rumah atau tanah.





Fakta
Postur Kabinet

TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) memberikan keterangan pada wartawan terkait postur kabinetnya mendatang, di Rumah Transisi Jokowi-JK, Jakarta, Senin (15/9/2014). Rencananya, kabinet Jokowi-JK akan diperkuat 34 kementerian yang terdiri dari 18 orang profesional non-partai politik dan 16 orang dari partai politik.

KOMPAS.com
 - Mirip postur tubuh, postur kabinet tampaknya tak ada hubungannya dengan ideologi. Juga tidak berkorelasi kuat dengan besarnya negara atau jumlah penduduk. Tiongkok yang otoritarian dengan penduduk terbesar di dunia dan perekonomian terbesar kedua di dunia hanya memiliki 25 kementerian, tanpa pos menteri koordinator. India yang demokratis dengan penduduk terbesar kedua di dunia dan perekonomian terbesar ketiga di dunia hanya memiliki 23 kementerian, juga tanpa menteri koordinator.
Sebaliknya, Afrika Selatan yang demokratis dan bukan Kelompok 20, dengan penduduk hanya sekitar 40 juta jiwa, memiliki 35 kementerian. Kendati tergolong tambun, Afrika Selatan tidak memiliki menteri koordinator.
Tak juga terlihat kaitan erat antara postur kabinet dan bentuk negara. Tiongkok dan Afrika Selatan adalah negara kesatuan, sedangkan India merupakan negara federal.
Pada masa akhir pemerintahan Soeharto, Kabinet Pembangunan VII, jumlah menteri sebanyak 34. Pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada 35 menteri. Kabinet Joko Widodo, menurut rencana, memiliki 34 menteri dengan tetap mempertahankan tiga menteri koordinator.
Pada awal reformasi, sebetulnya sudah terjadi perampingan kabinet. Namun, sejak pemerintahan Yudhoyono, kabinet kembali tambun. Pemerintahan Jokowi nanti tampaknya tak kuasa merampingkan kabinet. Alasan paling rasional Yudhoyono dan Jokowi memiliki banyak menteri adalah realitas politik. Struktur kekuasaan politik semakin divergen. Pada Pemilihan Umum Legislatif 2014, partai terbesar hanya meraih 19 persen suara atau 19,5 persen kursi DPR. Kalaupun tiga partai terbesar bergabung, perolehan suara dan kursi DPR tidak mencapai 50 persen.
Meskipun bentuk pemerintahan kita presidensial, dengan presiden dipilih langsung oleh rakyat, tetap saja presiden gamang jika tidak memiliki "koalisi" mayoritas di DPR.
Dengan postur kabinet yang tetap tambun, apakah pemerintahan mendatang akan lebih efektif? Bagaimanapun, postur tambun bakal membuat gerakan tubuh kurang lincah dan lebih rentan terjangkit penyakit koordinasi dan proses pengambilan keputusan kian lama.
Presiden terpilih Jokowi bisa terhindar dari penyakit akut itu asalkan mengindahkan tiga hal. Pertama, jika ada perbedaan pandangan atau kebijakan antar-kementerian, presiden segera mengambil alih persoalan dan mengambil keputusan. Presiden memutuskan berdasarkan masukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang sepatutnya di bawah kantor kepresidenan. Seluruh staf kantor menteri koordinator dilebur ke Bappenas dan sebagian memperkuat kementerian sektoral.
Kedua, merampingkan setiap kementerian. Bukankah seharusnya postur pemerintahan pusat, setidaknya di bawah kementerian, semakin ramping mengingat hampir seluruh kewenangan telah diserahkan kepada pemerintah daerah? Alih-alih semakin ramping, justru pada era otonomi daerah posisi eselon I kian bertambah. Besarnya anggaran perjalanan dinas dan rapat yang dikeluhkan Jokowi adalah wujud dari kewenangan pusat yang cenderung kian mencengkeram. Sebagai mantan kepala daerah, Jokowi sadar betul akan persoalan ini sehingga diharapkan justru lebih memberdayakan daerah ketimbang menambah kewenangan pusat.
Ketiga, membenahi proses perencanaan anggaran. Sejak era reformasi, tak sekali pun APBN tanpa perubahan di tengah jalan. Pada era Yudhoyono, pernah terjadi dua kali perubahan APBN (APBN-P) dalam setahun.
Selama era Yudhoyono, perubahan mendasar tidak terjadi di DPR. Hal ini terlihat dari relatif kecilnya perubahan dari rancangan APBN (RAPBN) dan APBN ataupun antara RAPBN-P dan APBN-P. Perubahan terbesar, bahkan kerap sangat drastis, terjadi antara APBN dengan APBN-P dan antara APBN-P dengan realisasi. Contohnya, defisit dalam APBN 2008 sebesar 1,64 persen produk domestik bruto (PDB). Lalu, berubah dalam APBN-P menjadi 2,11 persen PDB. Realisasinya hanya 0,08 persen PDB.
Katakanlah, perubahan drastis tahun 2008 itu wajar karena sedang menghadapi ancaman krisis global. Namun, pola serupa kembali terjadi pada 2010 dan 2011, realisasi defisit APBN jauh lebih rendah ketimbang APBN.
Perubahan APBN sebagai cerminan buruknya proses perencanaan anggaran memorakporandakan postur anggaran karena memengaruhi langsung banyak pos pengeluaran. Hal ini terjadi karena banyak undang-undang yang mewajibkan alokasi anggaran berdasarkan persentase tertentu dari APBN atau PDB, misalnya pendidikan, kesehatan, dana otonomi khusus, alat utama sistem persenjataan, dan dana perimbangan untuk daerah.
Lebih parah lagi, dampak terhadap makroekonomi. Peningkatan tajam defisit anggaran di tengah jalan membuat pemerintah semakin agresif menerbitkan surat utang untuk mengantisipasi melonjaknya defisit anggaran. Pada waktu bersamaan, pemerintah juga agresif memotong belanja setiap kementerian/lembaga. Pemerintah lebih banyak mengisap darah perekonomian ketimbang memompakan darah ke dalam perekonomian atau dikenal sebagai crowding out effect. Hal ini membuat suku bunga tetap tinggi sehingga kian membebani dunia usaha dan menekan pertumbuhan ekonomi.
Semua itu biang keladinya adalah subsidi bahan bakar minyak. Jokowi-Jusuf Kalla tahu itu dan akan menyelesaikannya segera. Modal berharga untuk bergerak lebih lincah.

Postur kabinet merupakan realitas politik. Harapan tertumpu pada pemimpin yang mampu menggerakkan segala potensi bangsa, yang selama ini berserakan dan saling menegasikan. Pemimpin yang berani melakukan perubahan mendasar dalam pendekatan kebijakan ekonomi bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dan berkeadilan.

Kamis, 11 September 2014

Cerpen

Nasib Si Burung
Si Bejo sedang buru2 menuju ke kantornya karena kesiangan bangun dan tak sengaja dia menabrak seekor burung di tengah perjalanannya karna mengendarai mobilnya dengan sangat cepat dilihatnya burung itu, ternyata kepalanya terluka dann burung itu pingsan karena merasa iba dan bersalah kepada burung itu maka dia memutuskan untuk pulang, sesampainya dirumah ditaruhlah burung itu dalam sangkar besi dan diciprat-cipratinya air, tapi burung itu gak sadar juga keesokan harinya ketika dia mau berangkat ke kantor diberinya air dalam wadah kecil dan roti dalam sangkar burung itu  dipikirnya 'nanti setelah burung itu sadar pasti dia sangat haus dan lapar' dan dia berangkat kerja seperti biasa..... Burung itu ternyata  sadar juga burung itu melihat sekitar dilihatnya ada air minum dan sepotong roti.. terus dia melihat sekelilingnya ternyata dia ada didalam jeruji besi dan burung itu berkata dalam hati sambil menangis... Oh.. Tuhan rupanya kemarin aku menabrak pengendara mobil pasti dia meninggal sehingga aku sekarang dipenjara. Maafkan aku Tuhan aku tidak sengaja...'
\(._.)/ Puja Burung Ajaib

Profil Penulis:
Nama: Alexander Calvin
Facebook: Alexander Calvin (www.facebook.com/alexander.calvin.501)

Twitter: Akhirnya Punya ( @CalvinAlexia )